Saturday, April 23, 2011

dari iri sampai nyamuk


Pernahkah kau iri pada apa yang pernah kau dan orang lain lalui dalam hidupnya?
Iri pada sesuatu yang pernah dan belum pernah kau lalui.
Iri pada sesuatu yang sangatlah nyata tidak dapat lagi dan mungkin saja tak dapat kau menjejakinya.

yaaaa.. itu aku sekarang..

Iri terkadang membuatmu tersungkur tanpa tahu apa yang dapat kau lakukan.
Namun terkadang iri bisa pula jadi cambuk ampuh yang memacumu berusaha lebih keras lagi untuk dapat merengkuh kesungguhannya.


...


selamat malam si kecil setia menghisap kebosanan yang mengalir di darahku :)

malam ini aku lagi-lagi bertindak bodoh. untuk kesekian kalinya aku berpikir bulan di atas sana bersedia memberi jatah oksigen padaku, agar aku dapat menari leluasa di permukaannya. (-.-)


hey nyamuk kecil~
kau tahu, ada beberapa hal yang sangat aku takutkan jika tetap dambakan ia sedikit mengerti keinginanku.

aku sangat takut awan bosan memainkan selaput kapas lembutnya dengan manja dihadapanku. aku juga takut bunga liar oleng diterpa angin untuk kemudian mati kering diguyur sinar mentari, tanpa aku dapat berbuat apa pun  dan terlebih, aku sangat takut mawar kecil  tumbuh menjadi monster menawan  dengan duri yang diam-diam potensial melukai.


hey nyamuk kecil, jangan begitu aaah..
kan aku sudah bilang, kamu tak harus paham benar permainan kata yang aku lukiskan ini kok..
toh kehadiranmu yang mau menjadi tong curhatku saja sudah sangat melegakan malam ini..
sungguh..   :)


nyamuk kecil..
aku mau bulan mengerti bahwa aku juga punya  nilai harga yang pantas dibayar dengan sedikit 'memberikan oksigen khusus' padaku.
hmmm.. kira-kira apa ya yang dapat aku lakukan agar bulan hendak mengubah sifat absolutnya itu?

satu hal yang kau perlu tahu, nyamuk kecil..
aku di sini, bukan untuk memonopoli bulan, namun aku ingin ia belajar menghargai makhluk kecil yang menumpahkan impian besar padanya dan telah terlanjur jatuh cinta pada cahayanya di tiap malam. :)

... 


"kuatlah kamu, maka kamu akan kuatkan kita. jangan biarkan dirimu patah, karena itulah yang kelak dapat melemahkan kita. aku ada, bukan karena ingin menggiringmu. namun ingin berjalan beriringan bersamamu"

lelakiku, wahid mizan annifari
aku sayang kamu...

Thursday, April 21, 2011

ke-ilmu+kastrat-an

terima dan pahami-lah..
aku dengan buletin dan menulis-ku
kamu dengan propaganda dan aksi-mu




saling belajar dan berbagi ilmu juga pengalaman seru 'dunia baru' (^-^)

Wednesday, April 20, 2011

dua organisme dinamis


diawali
cukup sebutir simbol
W
kemudian disusupi satu simbol lagi
MW
keduanya nyaris serupa, hanya bertolak arah


(kenapa tidak)WM?
(kenapa harus selalu) MW?

kesetaraan gender ikut bermain dalam pemberian inisial?
aah.. lagi-lagi soal refleksi hak asasi diterjemahkan seenaknya
perbedaan yang ditonjolkan hanya akan membuat manusia hilang arah
saling iri dengan lingga yang menancap juga iri dengan nori yang mengerat


MW atau WM
bukan tentang lelaki pertama dan wanita utama
yang tersirat dan menjadi makna dari kata pertama nama mereka
namun tentang apa yang menjadi alur dari perpaduan dua variabel organisme dinamis


M dan W
adalah sebuah nama
benih harapan diciptaan keluarga
dengan asal kosa kata yang sungguh berlainan
mencondongkan keduanya pada kedua kutub berbeda budaya


arus yang menyisir alur, pada setapak berbeda, namun dalam rel ganda yang telah bertaut. semoga kelak kan tetap menjadi rantai mutualisme intim yang saling terekat.

garis cakra'wara'


@ fakultas ilmu budaya-universitas indonesia
suatu petang di kelas lukis yang sepi ummat

ayah (ir.ilham nurtiasto atianto adhi) nampaknya lupa mengajarkan perspektif dan segala tetek bengek tentang bangun ruang pada anaknya yang paling besar ini. segala garis bantu dan titik lenyap langsung 'lenyap' begitu saja sesaat setelah si dosen keibuan menjelaskan panjang lebar (sambil sesekali mencorat-coret buku gambarku).

"ini namanya garis cakrawala", jelasnya.

'hah? cakrawala? tengadah tinggi-tinggi layaknya seorang congkak hendak melamar langit-kah? aaaahh.. konsep cakrawala di benakku telah mengalami pergeseran makna sejak aku menjadi bagian dari IKK', batinku.

“kamu tarik ke sini, lalu supaya membentuk ruang.  kamu hubungkan dulu titik ini dengan garis ini. nah, kelihatan kan ruangnya?”, beliau semakin seru berceloteh sembari menggoreskan pensil di atas kertas putih pasrah. Sepasrah aku yang tak mengerti akan penjelasan-penjelasannya.

‘hanya magnet dengan kutub berlainan yang dapat saling tarik menarik. apa imajinasi juga perlu memiliki daya magnet tersebut, agar dapat langsung mengerti dan mengaplikasikan segala konsep normatif? bagaimana jika nyatanya kotak imaji dalam otakku dan tanganku adalah dua kutub yang sama, sehingga keduanya menolak untuk menyatu?, timpalku dalam hati.


“anak-anak, coba perhatikan. misalnya ini garis cakrawala (beliau menjelaskan dengan membentuk sebuah garis khayal dengan kedua tangannya menggores udara). kita hanya dapat melihat segalanya dalam batasan ini saja. nah, nampaknya masih banyak yang belum terlalu paham dengan materi kita kali ini. maka dari itu, saya tidak akan menambahkan materi baru hari ini. (sambil melirik kecil ke arahku). baik. ibu sudahi dulu pertemuan kita kali ini. bagi yang masih ingin memperbaiki gambarnya. silahkan untuk duduk di kelas. atau mungkin ada yang masih ingin bertanya, silahkan..", lagi-lagi dengan suara sangat lembut beliau mengakhiri pertemuan kami kali ini, lengkap dengan senyum yang sepertinya terpatri permanen di wajah ayu yang sudah mulai keriput itu.

apa yang cocok untuk menyebut 'ini'?


Ada kalanya sesuatu yang kau anggap adalah sebuah kehendak bebas, menjadi terbatas ketika orang lain merasa hal tersebut juga mengusiknya pula. Ketika urusan pribadi tak lagi hanya milik satu dua orang, tetapi juga menyangkut prilaku berbeda yang tak dikehendaki khalayak. Banyak yang menuntut. Namun tak bicara. Hanya diam serba rapat. Namun berjalan di tempat dalam diam.

Adakah perempuan lain dengan seorang lelaki yang memiliki 'beban kepercayaan di pundaknya' juga merasakan hal yang sama? Tatkala kebersamaan yang mereka putuskan menjadi suatu yang pantas dipersalahkan di mata orang lain.

Jika kiranya setapak menuju bangku taman itu tak semulus yang diharapkan, apakah itu menjadi sebuah landasan yang harus selalu dipermasalahkan jika nyatanya setapak tersebut sudah sama ratanya dengan aspal jalan-jalan perkotaan?

Waktu nampaknya tak berniat menghampiri, untuk sekedar memanjakan tubuh kami agar dapat bersandar sebentar di pondokan kayu tua yang nyaris lapuk dimakan bicara. Segala nampak biasa saat kami mulai masuk, guna melihat apa nian yang ada di dalamnya. Tetapi si pondokan reyot itu runtuh begitu saja, ketika kami mulai melangkahkan kaki keluar dari daun pintu yang menggelayut malas pada engselnya. Lantai berderit jerit. Mencicit tak karuan. Tepat setelah punggung-punggung kami melewati sisi-sisi serupa porselen pada detik sebelumnya.


tak harus mengerti apa yang kubicarakan di sini. bagiku, bermain kata sungguh kegiatan bodoh yang menyenangkan. merangkai rasa lewat aksara yang hanya diri sendiri ketahui. :)

Monday, April 11, 2011

Main-Main ala Tuhan

Pagi Tuhan
permainan macam apa yang hendak Kau mainkan bersamaku hari ini?


petak umpet?
aaahh.. aku sudah bosan, Tuhan.

apa lagi yang hendak Kau sembunyikan?

2 bulan lalu
pikiran rasional domba-domba, telah Kau sembunyikan di balik semak-semak sempit.
kini mereka tidak lagi bisa membedakan mana rumput liar yang pantas dan tidak pantas untuk mereka makan.
mereka jadi buta untuk aplikasikan perspektif holistik jika harus sikapi tindak-tanduk minoritas kerumunannya.
jadi serba ego.
bikin aku melonggo tiap lihat tingkah lucu mereka.



kuda-kudaan?
aaahh.. aku lelah, Tuhan.

apa lagi yang hendak Kau sampirkan di atas punggungku?

4 bulan lalu.
rantai objektifitas potensial anomie telah Kau sampirkan di untai rapuh tulang punggungku.
itu tak cukup menantang pula bagi-Mu, sehingga benang kusut kata-kata buat semua layak dikata salah makna dan terima bagi pihakku, kau sisipkan pula sebagai beban.
segala amarah.
segala salah sangka.
aku nampak salah.
kau tahu?
mereka tidak lagi menyodorkan selimut hangat berajut tawa tulus.
mereka jadi pada kelu untuk sekedar mengaku kalau kita masih akan terikat jadi satu.



taruhan?
aaahh.. Kau sungguh lucu, Tuhan.

apa lagi yang akan kau pertaruhkan di altar pertandingan?

7 bulan lalu.
saat itu, kupertaruhkan air perasan rasa yang telah lama Kau beri secara cuma-cuma.
lalu Kau sandingkan ia dengan jaminan goresan warna yang lebih beragam di sampul depan kehidupan baruku.
sayangnya,aku kalah.
rasa itu berubah.
menjadi asa yang mengkerak di dasar panci hati.
namun itu tak cukup pula bagi-Mu.
warna yang kau lontarkan, nyatanya tak lebih dari seberkas mega manja kala senja.
kini segalanya nampak seperti TV hitam-putih membosankan, Tuhan.
cepat-cepat ingin aku rekontruksi isi agar lebih bervariasi sajiannya.



hey Tuhan
boleh aku pilihkan permainan kita kali ini?

hmmm..
bagaimana kalau kita main drama?
perannya menjadi anak umur 5 tahun yang belajar memelukis?
pasti seru..

kau tahu, Tuhan?
aku sungguh ingin melukis ulang kanvas yang 8 bulan ini aku kotori dengan cipratan cat abstrakis.
lukisan rumit dengan repetisi bodoh yang menyedihkan.
aku ingin menumpahkan cat putih di sana, Tuhan.
lambat-lambat aku ingin kembali mengisi ruang.
muntahkan pelangi tipis warna-warni dari botol-botol cat ke atasnya.
membuat kanvas itu lebih indah.
lebih hidup dan punya makna.


*Tuhan aku harap kau tak marah karena segala kata yang meluncur begitu saja dari jemariku. maaf aku belum cukup istimewa untuk dikata sebagai ummat-Mu yang baik.
kau tahu, aku mencoba untuk itu.
walau terkadang aku lelah. tapi aku mencoba.
tak ada yang aku janjikan padamu, kecuali hatiku yang tak akan berpihak pada irrasionalitas moral dengan mengkucilkan semut-semut kecil di ladang permainan-Mu ini.

nyatanya memang masih bocah

kesendirian tidak boleh mengantarkanku pada kesepian


suatu pagi di hari minggu di kamar kost. ketika beranjak tuk mandi pun aku malas -.-